Bulan ini akan selalu aku kenang sampai kapanpun. Bulan Desember tahun 2013.
Tahukah kau, kawan, apa yang terjadi di bulan yang mereka bilang penuh berkah dan bercahaya ini? Tahukah kau apa yang mereka katakan itu hanyalah omong kosong bagiku. Ya, karena aku tak merasakan apa yang mereka rasakan. Aku tak melihat cahaya yang mereka lihat di bulan ini. Justru sebaliknya, aku melihat kegelapan, kekosongan dan tentu saja kehampaan.
Aku merasakan kesakitan yang sebelumnya tak pernah ku rasakan. Aku terjatuh keras sekali. Aku terpuruk dalam sekali. Aku terluka, dan rasanya sakit sekali.
Dunia perkuliahan ini adalah dunia yang baru bagiku. Dunia yang merupakan gerbang, jembatan, atau apapun itu yang dapat membawaku menuju era yang baru, menuju kedewasaan. Kedewasaan dalam hal percintaan juga tentunya..
Jadi begini kisah piluku..
Aku jatuh hati pada seseorang, yang, jujur saja, tak pernah ku duga aku akan menyayanginya sedalam ini. Aku tak pernah mengira bahwa dialah yang akhirnya aku sayangi, dialah yang menjadi passion di kampus, dialah yang mewarnai hariku. Dia, yang tak pernah aku sangka sebelumnya, menjadi orang yang aku sayangi. Jujur saja, aku tak pernah merasakan rasa sayang sedalam ini sebelumnya, dan karena itulah, aku berjuang untuk mendapatkannya.
Aku belajar dari kesalahanku pada saat SMA, ketika aku menyayangi seseorang namun aku tak pernah bisa mengutarakan perasaanku, dan akhirnya aku hanya mencintainya secara diam-diam selama tiga tahun bersekolah. Aku menjadi seorang pengecut, seorang pemuja rahasia, yang mengaguminya dari balik layar, yang hanya bisa memandanginya dari kejauhan. Namun, saat ini aku tak mau mendapatkan pengalaman yang sama pahitnya. Aku meyakinkan diriku, aku harus melangkah maju dan mengambil inisiatif, jika aku tak ingin mengulangi kenangan pahit itu. Aku berjuang untuknya, untuk mengambil hatinya, untuk membuatnya melihatku, untuk membuatnya menganggapku ada. Aku bertarung habis-habisan. Aku berdarah-darah oleh perasaan, aku jungkir balik melawan segala ego. Aku ingin rasa sayangku ini murni, tak perlulah pengaruh yang lain. Aku ingin rasa ini terbalaskan, aku ingin memilikinya karena aku menyayanginya.
Baru saat itulah aku merasakan bagaimana susahnya berjuang untuk orang yang kita sayangi. Memang fisik tak pernah menjadi korban, namun perasaan ini berulang kali tertusuk duri tajam. Entah aku yang terlalu memikirkan sesuatu, atau hal lain yang membuatku cemburu dan tak kuasa menahan perasaan ini. Aku pernah berjanji untuk tak memiliki hubungan spesial dengan seseorang dalam satu kelas, namun aku tak dapat menahan lagi, aku menyayanginya, dan aku harus mengatakan itu. Sederhana, bukan? Namun tak sesederhana ketika ku ucapkan.
Lalu, usahaku terbayar lunas. Aku mendapatkannya. Aku memenangkan hatinya.
Saat itulah, duniaku terbalik. Ia menjadi lebih indah, lebih berwarna dan lebih cerah. Bersamanya sepanjang hari di kampus membuatku termotivasi untuk terus maju dan maju, untuk menjadi sosok yang lebih baik lagi. Aku tak hanya ingin membahagiakan Ibuku, aku juga ingin membuatnya bahagia. Ia masuk dalam daftar orang-orang yang paling ku sayang selain Ibu dan adikku. She's the one and only. Hari-hariku sungguh cerah, dengan dirinya yang dekat, karena kami sekelas, aku tak kuasa untuk tak menatapnya, menatap senyum simpulnya dan selalu ingin mencubit pipinya yang menggemaskan. Aku benar-benar jatuh lebih dalam lagi kepadanya.
Tragedi muncul ketika kami baru saja melewati bulan pertama hubungan kami. Bulan itu adalah bulan ini, Desember. Ia, secara sepihak memutuskan hubungan ini dengan alasan yang berhubungan dengan masa lalu. Aku berusaha mati-matian untuk mempertahankan keutuhan hubungan ini namun ia bersikeras untuk lepas. Ia berkata ini demi kebaikanku, namun aku beralasan tak ada baiknya meninggalkanku seperti ini. Ia berkata tak ingin melukaiku, namun ia telah melukaiku dengan cara seperti ini. Sadis. Aku tak mengerti jalan pikirannya, apa salahku hingga ia meluncurkan kalimat, "kita berteman saja." Aku masih tak memahaminya.
Ia berkata untuk bersikap biasa saja, namun aku tak dapat menahan air mataku setiap kali aku melihatnya. Aku sedih dan aku merasa gagal karena tak dapat mempertahankannya. Aku merasa sebagai seorang pecundang sekali lagi. Aku terpuruk, aku mungkin hampir tak memiliki semangat. My passion was gone..
Aku tak pernah peduli dengan masa lalunya. Aku tak pernah peduli dengan siapa atau apa dirinya di masa lalu. Aku peduli terhadap dirinya sekarang dan di masa depan. Dan, aku ingin dia ada di masa depanku. Aku ingin dia menjadi masa depanku.
Mungkin terlalu kekanakan dan naif, mengingat hubungan kami yang berjalan sebulan, namun akulah yang mengerti perasaanku, aku yang merencanakan masa depanku, dan seperti yang aku tuliskan tadi, ia masuk dalam daftar orang yang ingin ku buat bahagia. Aku ingin ia kembali..
Mungkin tak bijak jika aku memaksanya untuk kembali ke kehidupanku, karena ia pun memiliki kehidupannya sendiri. Aku menuliskan ini untuk meluapkan segala keluh kesahku, segala yang membebani hati ini. Tiba-tiba saja, ketika aku sudah memutuskan untuk maju dan pergi, aku ingat 'dia'. Ya, kau pasti tahu kan, kawan, siapa 'dia' yang ku maksud? 'Dia' yang menjadi inspirasiku.
Entahlah.. aku tak tahu mengapa ia muncul di benakku kembali, ia yang ku tunggu selama tiga tahun. Aku pun melemparkan tanya pada dunia, sebuah pertanyaan yang pernah aku pikirkan saat aku akan pergi dari Surabaya.
Akankah kita bertemu lagi?
Akankah jalan kita bersinggungan lagi?
Adakah kesempatan sekali lagi bagiku untuk mengatakan apa yang ingin aku katakan selama tiga tahun terakhir ini, yang belum sempat ku nyatakan?
Aku tak ingin kembali ke bulan Desember ini lagi.
Aku benci bulan ini..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar