Hanya dalam hitungan jam tahun akan segera berganti. Dua ribu tiga belas akan menjadi kenangan, baik itu pahit atau manis. Leave out all the rest, all the past that we've been through. We gotta look forward to the new book of 2014. Guys, let's look back what I've been through..
Tahun ini menjadi tahun akhirku di masa putih abu-abu dan tahun pertamaku di bangku kuliah. Semuanya 150 derajat, berbeda. Tidak ada perbedaan yang mencolok selain jadwal kuliah dan sekolah yang memang jelas berbeda. Aku, atau bahkan banyak dari mahasiswa baru, masih membawa suasana SMA ke kampus. Masih terlihat mereka yang enggan masuk ke dunia baru, dan mereka yang siap melewati gerbang menuju kedewasaan. Aku? Ah, tentu saja aku yang opsi pertama.
Aku ingat tahun baru tahun lalu. Memasuki tahun 2013, aku menghabiskan malam tahun baru di Jogja bersama kawan-kawan dekat SMA, dan aku telah menuliskannya di sini. Malam itu sangatlah sendu. Dengan ditemani roti bakar, bau tanah yang sembap, satu set kartu permainan dan telinga yang tertutup oleh headset, aku melewati pergantian tahun itu dengan meninggalkan kesan "aku harus segera pergi dari 2012". Ya, aku ingin hal yang baru di tahun 2013.
Dan itu terjadi, memang harus terjadi. Dunia perkuliahanlah yang menyambutku sebagai hal baru yang aku inginkan sebelumnya. Dunia yang gelap, liar, dan bisa membunuhku kapanpun. Aku tak siap, namun itu konsekuensi yang harus aku jalani karena aku yang menginginkannya. Diterima sebagai mahasiswa salah satu kampus swasta di Malang, membuatku bangga. Aku bertekad untuk melukis masa depanku di sana, merancang peta kehidupanku di sana. Aku ingin masa depanku tertulis sejak aku menjadi mahasiswa di sana.
Bertemu kawan-kawan baru, hal yang menyenangkan, bukan? Bertemu sosok-sosok yang membuatku nyaman, melupakan segala hal pedih yang terjadi di Surabaya, melupakan 'dia', melupakan filosofi'nya'. Aku masuk ke dunia dimana aku bisa menjadi aku yang baru, diriku yang baru. Aku memiliki sebuah keluarga kecil di sini, keluarga besar di kelas. Mereka -keluargaku- membawaku terbang tanpa sayap, seperti lagu Westlife yang berjudul Flying Without Wings, beberapa liriknya sangat berkesan bagiku. Lagu itu menjadi favoritku sepanjang tahun. Demi, Bayu, Dea, Sinta, Dewi, Nada, Rania, Yusi. Merekalah yang bertanggung jawab atas itu semua, atas semua kebahagiaan yang aku dapatkan selama aku di sini. Terutama nama terakhir. Ia memberikan kesan yang seimbang dan begitu mendalam. Sangat dalam hingga aku tak tahu harus aku apakan kesan-kesan yang ia tinggalkan padaku. Hingga kesan yang terdalam, kesan yang paling tak akan pernah aku sesali. Kesan yang telah lama aku rindukan, sebuah sensasi. Sensasi menyayangi. Kesan itu adalah, kasih sayang.
Aku bertemu dengannya, dan oleh sebuah proses dan waktu yang berjalan, aku jatuh padanya. Singkat cerita, ia mewarnai hariku dengan cerah, selama sebulan, dan di akhir halaman 2013, ia menghitamkan pelangiku. Sekali lagi, seperti akhir tahun sebelumnya, akan ku lalui pergantian tahun baru ini dengan suasana sendu. Aku sengaja ingin melihat ke belakang pada malam nanti, malam pergantian tahun. Aku tak biasa melakukannya, kali ini akan ku coba. Filosofi Han berkata bahwa aku tak boleh melihat ke belakang lalu menyesal, namun, untuk satu malam ini saja, aku ingin melihat ke belakang dan aku tak akan menyesal. Hal yang ingin aku lakukan saat itu, selain melihat ke belakang, adalah menangis. Menangisi semua yang terlewatkan di belakang, yang pernah aku lalui. Menangis karena aku pernah merasakannya, pernah melaluinya. Ini bukan tangis kesedihan, kawan. Aku hanya ingin menangis, itu saja. Terserah kau akan menilai tangisan apa itu. Aku lelah, aku ingin menangisi semua bebanku, agar ia hilang dari mataku, dan agar ia berdamai dengan hatiku. Berdamai dengan hati, seperti kata Ibuku.
Sebuah flashback mungkin tak bijak jika kita ingin menatap masa depan yang lebih cerah. Biarlah aku pergi kembali sebentar saja, biarkan aku terbang mundur. Biarkan aku membuka halaman-halaman sebelumnya dan merobek beberapa halaman. Biarkan aku mencoret beberapa titik di kehidupanku pada tahun ini. Biarkan aku menangisi itu semua. Biarkan aku terluka untuk semalam. Biarkan aku mati untuk semalam.
Periode yang, menurutku, sama seperti periode sebelumnya. Ada luka ada tawa. Ada pedih ada bahagia. Ada tangis sedih ada tangis bahagia. Ada aku, ada aku. Ada kamu, ada kamu. Ada kita, pasti ada kita. Ada 'dia', yah, 'dia' akan tetap ada sampai kapanpun karena 'dia'lah satu-satunya alasanku menulis semuanya. Aku ingin meraih filosofinya.
It's near the end of the story. Few points should be removed, the rest will stay...
Malang,
09.38 pm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar