Selasa, 01 April 2014

Garis Singgung #2

Aku baru memantapkan hatiku untuk pergi ke Pare pada hari Minggu pagi, ketika aku berkonsultasi dengan Ibuku. Sebelumnya aku ragu untuk pergi, karena aku belum tahu apa saja yang akan aku lakukan di sana selain belajar dan belajar. Rina sudah mengajakku, dan yang lainnya, sejak kami bertemu di I-Point Darmo beberapa hari yang lalu. Aku sempat bilang ya, namun aku masih ragu. Minggu siang, aku menghubungi Rina dan mengatakan tentang keyakinanku untuk pergi bersamanya ke Pare. The plan was, she'd go by travel and eventually I'd catch her up by motorcycle. and we'd go back together to Surabaya. Aku memberitahu salah seorang kawan yang berdomisili di Pare bahwa aku akan ke sana. Selain itu, tiga teman kuliahku juga akan berangkat ke Pare, namun kami mengambil institusi yang berbeda.

Senin pagi menjelang siang, aku berangkat. Tujuan pertamaku adalah Malang karena aku harus mengambil beberapa barang di kos. Aku sampai di kos tepat sebelum dhuhur. Aku memutuskan untuk tiduran sebentar sebelum melanjutkan perjalanan ke Kediri lewat Batu. Rina pasti sudah di perjalanan, pikirku. Ah, ia sungguh nyaman. Ia hanya tinggal duduk di jok mobil dan terhindar dari hawa panas karena AC. Sedangkan aku berjibaku dengan debu, udara kotor dan panas. Sebuah keluhan yang tak menjadi masalah, lalu kenapa aku tulis di sini?

Aku berpamitan dengan pemilik kos yang membekaliku dengan sebungkus nasi dan kue untuk aku makan di perjalanan. Waktu sudah menunjukkan sekitar pukul tiga. Temanku bilang perjalanan akan membutuhkan waktu setidaknya tiga jam untuk mencapai Kediri, ia juga berpesan agar aku sesegera mungkin untuk mencapai kota sebelum maghrib karena medan yang berbahaya. Aku memacu motorku secepat yang aku bisa namun tetap masih dalam batas kecepatan (yang aku tentukan sendiri). Perjalanan melewati Batu, gunung-gunung dan hutan, serta melewati kabupaten Pujon, yang seminggu lebih setelah aku kembali ke Surabaya, mengalami tanah longsor hingga menutup akses menuju Kediri dari Malang.