Semester satu baru saja berakhir ketika aku, Angga, Sirot dan Roem mendaftar di salah satu lembaga bimbingan belajar di daerah Surabaya Pusat. Sebenarnya banyak LBB yang berada di sana, namun kami memilih LBB yang berlokasi tepat di depan SMA favorit Surabaya, SMAN 1 dan SMAN 2 karena promo yang menarik. Aku sebenarnya tak terlalu berminat untuk mendaftar karena akan mengurangi jam bermain, namun Angga dan Sirot memaksa. Lagipula, tidak ada salahnya untuk belajar lebih banyak di empat bulan terakhir sebelum menghadapi Ujian Nasional.
Kami semua membayar uang cicilan sebagai jaminan bahwa kami benar-benar akan masuk di LBB itu. Ya, pada akhirnya pun, aku juga memantapkan diri untuk belajar di sana.
Awal masuk, kami tak mengenal siapa-siapa. Semuanya adalah orang asing. Hanya kami berempat yang berasal dari SMA Al-Irsyad, sisanya berasal dari sekolah-sekolah di sekitar LBB. Sekolah yang, menurutku, high class. Sekolahnya saja high class, muridnya apalagi. Sosok yang menonjol saat pertama kali kami di sana adalah seorang cewek kurus, dengan tinggi proporsional yang mengenakan kaos berwarna abu-abu yang ukurannya lebih besar dari badannya. Cewek itu duduk di deretan bangku paling depan pojok kanan. Aku pikir dia adalah cewek yang rajin karena duduk paling depan, namun ternyata dia duduk di sana karena dekat dengan charger. Aku sendiri duduk di deretan tengah, dekat dengan tembok agar aku dapat menyandarkan kepalaku saat malas mendengarkan tutor mengajar di depan.
Kami berempat bukan siswa yang menonjol. Biasa saja. Jika ditanya kami menjawab seadanya, jika tidak ditanya kami akan diam. Kadang aku mencatat, kadang aku hanya duduk diam menyandarkan kepala dengan headset terpasang di kedua telinga. Saat itu aku buta dunia, aku tak ingin mendengarkan opini apapun selain musik yang pas dengan kondisiku.
Lalu aku kenal dengan tiga cewek yang menjadi teman terdekatku. Oke, bukan hanya aku, namun bagi kami berempat ketiga cewek tersebut adalah sahabat kami. Mereka adalah Fiki, Rina, dan Eka. Tentu saja kalian sudah mengenal mereka, bukan? Aku pernah menuliskan tentang perjalanan kami menghabiskan malam tahun baru di Jogjakarta bersama mereka. Aku juga memasang foto mereka. Kalian pasti familiar dengan wajah mereka. Dan, kabar yang mengejutkan adalah, salah satu dari mereka menjadi kekasihku. Menjadi seseorang yang 'ternyata' menarikku dari jurang kesendirian, meluluhkan hatiku yang beku. Ia menyelamatkanku. Bukan aksara Jawa, tapi nama. Bukan nama yang lainnya, tapi Rina.
Aku mengenalnya dengan spontan, atau, emm, perkenalan kami terjadi begitu saja secara natural. Aku tak merasakan apapun selain keinginan untuk berkawan. Ia juga merasakan hal yang sama. Kami tak merasakan debar jantung yang berlebihan atau keringat yang bercucuran karena gugup. Kami hanya teman, pada saat itu. Malahan, seorang kawan dekatku lah yang menyukainya. Tentu saja aku menyemangatinya dan memotivasinya untuk terus maju dan berusaha memenangkan hatinya.
Beberapa saat sebelum keberangkatan kami ke Jogjakarta, temanku itu menembaknya. Namun ditolak. Ia kurang beruntung. Aku dan Angga berusaha membesarkan hatinya. Ia harus tetap maju, bukan?
Hubungan kami bertujuh sedikit renggang setelah kejadian penolakan itu. Kami sedikit menjauh satu sama lain untuk saling menenangkan pikiran. Aku tak suka dengan kondisi canggung. Namun aku tak dapat berbuat banyak. Aku rasa aku tak perlu bercerita lagi tentang apa yang kami lakukan di Jogjakarta karena sudah ada postingan tersendiri tentang itu. Kalian bisa membacanya sendir.
Aku dan Rina sempat lost contact ketika kami mulai memasuki bangku kuliah. Lalu kami bertemu kembali saat aku pulang dari Malang untuk merencanakan reunian kami bertujuh. Saat itu aku bertemu dengannya di Tunjungan Plaza bersama yang lainnya. Kami masih sama, masih berteman dan tak ada dugaan atau niatan untuk berpacaran. Kami benar-benar tidak tahu akan menjadi siapa kami di masa depan.
Lalu dia, Sirot, Angga dan Tria -teman baru kami- mengunjungiku di Malang. Saat itu kami memesan villa untuk bermalam di daerah Batu. Villa yang biasa saja, hanya berisi dua kamar, satu kamar mandi dan satu ruang tamu. Tak ada dapur. Kami reuni, bertemu lagi dan melakukan perjalanan jauh lagi setelah ke Jogjakarta. Namun Fiki, Eka dan Roem tak bisa hadir bersama kami karena ada urusan tersendiri. Masih sama, aku dan dia masih berteman. Tak ada yang spesial. Dia masih manja seperti biasanya. Tak ada yang berubah.
Lalu, semua bermula ketika aku pulang untuk kedua kalinya ke Surabaya dan merencanakan reuni lainnya bersama mereka. Kami gagal menemukan waktu yang pas untuk reuni, namun karena kegagalan itulah aku dan dia dapat pergi ke Pare bersama dan menemukan rencana yang indah yang telah dipersiapkan oleh semesta sebelumnya. Rencana yang tak pernah kami duga, tak pernah kami sangka akan menjadi seperti itu. Sebuah garis singgung di antara kami berdua. Garis singgung yang tak putus sampai sekarang. Garis singgung yang membuat kami berjalan berdampingan seperti saat ini..
To be continued...
Harrah's Cherokee Casino - Mapyro
BalasHapusCasino. Address: 777 Casino Drive, Cherokee, 제주도 출장마사지 North Carolina 89101 US. United 김천 출장마사지 States. Hotel. Address: 공주 출장안마 777 Casino Drive, Cherokee, 광명 출장안마 North Carolina 룰렛 89101 US. Rating: 4.5 · 19 reviews